Loading...

Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga

Menjaga keharmonisan perkawinan


Merawat Kemesraan Suami Istri

Keluarga merupakan unit terkecil dalam upaya membentuk masyarakat yang berakhlak dan berperadaban sesuai ketentuan Allah. Untuk itu, sebagai pasangan suami istri, kita perlu mengetahui langkah-langkah kongkrit yang dapat mempertahankan perkawinan agar berjalan islami dan penuh kebahagiaan. Cara yang paling tepat untuk itu adalah dengan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW. Sehingga perkawinan menjadi lestari sampai waktu yang ditakdirkan Allah SWT.

Diantara upaya-upaya mempertahankan kemesraan suami istri adalah dengan bersikap dan berucap lembut kepada pasangan. Masing-masing selalu menjaga penampilan (berhias secara wajar dan memakai wangi-wangian) agar nampak menyenangkan. Suami istri saling memanggil dengan panggilan kesayangan. Mengindari saling merendahkan, baik karena ilmunya, hartanya, keturunannya, atau yang lainnya. Masing-masing harus saling menutupi kelemahan atau kekurangan pasangannya. Jika ada yang melakukan kesalahan, maka yang lainnya sekuat tenaga membuka pintu maaf seluas-luasnya.

Tak semua wanita pandai memasak, untuk itu seorang suami jangan mencela masakan istrinya, sebab hal itu akan merenggangkan kemesraan. Tak ada orang yang sempurna, maka pasangan suami istri harus paham betul bahwa pasangannnya adalah manusia biasa, yang bisa salah, lupa dan kurang. Untuk itu, tugas pasangannya adalah menutup kelemahannya.

Hidupkan kebiasaan saling menasehati diantara suami istri. Dengan saling menasehati, menghayati posisi masing-masing, merasakan kebahagiaan dan derita pasangannya, dan saling memperhatikan kepentingan pasangannya, insyaa Allah perkawinan akan lestari.

Sebagai pasangan normal, suami istri punya sifat cemburu. Untuk itu harus saling dijaga, agar hal-hal yang bisa mengundang kecemburuan dapat dihindari. Tak mudah memang, karena kita hidup di lingkungan sekuler, Tapi dengan kesungguhan insyaa Allah kita bisa.

Jauhkan membandingkan pasangan kita dengan orang lain, hal itu amat melukai hati pasangan kita. Begitu menikah, kita harus terima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Agar kemesraan terus terjalin, adakan waktu bersendau gurau dengan pasangan kita, berikan hadiah pada hari-hari istimewanya, ajaklah dia shalat berjamaah. Usahakan saling mendo’akan agar selalu diberi rahmat, taufiq dan hidayah oleh Allah SWT. Sehingga menjadi pasangan suami istri yang sakinah, mawadah dan penuh rahmah.

Konflik Rumah Tangga

Berseteru? Wajar. Jangankan kita, Umar bin Khatab ra saja juga bertengkar dengan istrinya. Bahkan para istri Nabi saja pernah menuntut kenaikan uang belanja. Yang harus kita pelajari dan tiru adalah bagaimana mereka bisa mengelola perbedaan pendapat itu agar tidak berujung pada percekcokan berkelanjutan bahkan perceraian.

Para ahli psikologi mengatakan bahwa cinta itu mengalami pasang surut. Siklus alamiah selalu terjadi dalam relasi hubungan suami istri. Siklus cinta pada umumnya membutuhkan waktu tiga tahun, mulai dari romantis, renggang hingga terbangun kembali hubungan yang romatis.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap suami istri menunjukkan, bahwa komunikasi yang buruk adalah sebab utama masalah perkawinan. Tentu saja ada juga penyebab-penyebab lain yang turut mempersurut romantika cinta suami istri. Namun pada intinya, kejelian dalam mengenali gejala-gejala penyebab surutnya cinta akan sangat membantu pencegahan dan terapi atas kerenggangan hubungan suami istri yang terjadi.

Salah Pandang Mengenai Pernikahan

Banyak pasangan menganggap bahwa dalam perkawinan yang baik, sepasang suami-istri bergabung menjadi satu, segalanya harus sama, dan masing-masing dianggap pasti tahu isi hati pasangannya, walau tidak diungkapkan. Ketika ternyata selera, sifat dan karakternya berbeda, ia pun kecewa.

Jadi, ada yang mestinya kita renungkan, apakah untuk bisa bahagia itu semuanya harus sama? Bukankah taman bunga itu indah justru karena ragam warna-warninya? Jadi, perbedaan bukanlah penyebab masalah. Cara kita dalam memandang dan menyikapi perbedaanlah yang harus diperbaiki.

Kebiasaan "menabung" emosi juga harus dihilangkan. Alangkah baiknya jika setiap kali ada "ganjalan" di hati (kecewa, jengkel, sedih, dsb) segera diungkapkan secara langsung, namun tetap tenang, dewasa, dan konstruktif. Jangan ditabung! Jangan pula berpikir bahwa pasangan pasti tahu walau tidak diberitahu. Tidak mungkin! Segalanya harus dikomunikasikan dengan baik.

Sering pula kita jumpai, kebanyakan orang cenderung memperlakukan pasangannya agak semaunya tanpa mempertimbangkan perasaan, beda sekali dengan perlakuan terhadap teman atau sahabat. Mereka menganggap jika sudah "berhasil" menjadikan seseorang sebagai istri atau suami, berarti "ia sudah menjadi milikku". Selesai! Merasa tidak perlu lagi berhati-hati, menghormati apalagi memberikan perhatian istimewa seperti sebelumnya. Ala kadarnya saja.

Sadarilah bahwa suami atau istri adalah amanah Allah. Ikatan suami istri adalah ikatan yang amat kuat (mitsaqan ghalizha). Bobotnya disetarakan dengan ikatan perjanjian antara Allah dan para Nabi ulul azmi. Dengan demikian, kita tidak berhak menyakiti, dan menyusahkan pasangan kita. Sebaliknya, kita harus bisa membimbing, membahagiakan, dan menghormatinya sebagai amanah Allah.

Saling Memahami dan Melengkapi

Bagaikan memahami eloknya gunung, dari jauh nampak begitu sempurna dan indah. Namun begitu didekati dan didaki, terlihatlah bagian-bagian yang gersang, curam bahkan berbahaya. Begitupun dengan kehidupan pernikahan. Di awal hidup berumah tangga, semuanya tampak begitu menawan tak bercela. Namun lima bulan kemudian, mulai nampaklah berbagai kekurangan, dan ketidak sempurnaannya.

Tidak ada orang yang sempurna, bersih dari cela. Masing-masing kita mempunyai kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan. Rasulullah SAW bersabda,

“Jika kamu benci terhadap sebagiannya, ada bagian lain yang menyenangkan.” (HR. Muslim)

Nabi juga mengajarkan, begitu akad nikah terjalin, segeralah sang pengantin shalat dua rakaat lalu berdo’a bersama-sama:

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan kebaikan istri/suamiku dan kebaikan watak serta perangai yang Engkau berikan padanya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan dari kejelekan watak dan perangai yang Engkau berikan adanya.” (HR. Bukhari dan Abu Daud).

Mari saling memahami, dan saling melengkapi. Bukankah suami istri itu ibarat pakaian, dimana satu sama lain saling melindungi dan saling memperindah?

“Mereka (istri) adalah pakaian bagi kalian, dan kalian (suami) adalah pakaian bagi mereka." (QS. Al-Baqarah: 187)

[Al-Falah/muslimfamilia.com]
Sakinah 2048002652204792235

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Popular Posts